Hak Cipta sepenuhnya milik Allah SWT

Pertanyaan - pertanyaan

Tanya :
Di jaman Rasulullah, Abu Bakar dan Umar, Adzan Jum'at itu terdapat hanya sekali. tetapi di jaman Usman ibn Affan menjadi dua kali. Apakah itu tidak merubah Sunnah Rasul ??
Jawab :
Dua kali itu artinya sekali ditambah sekali bukan ? Apakah saudara dapat menunjukkan dalil yang melarang menambah Adzan satu kali ?

Tanya :
Betul akan tetapi ayat 8 Surat Hasjr memerintahkan supaya kita mengambil apa yang diberikan oleh Rasul kepada kita ?
Jawab :
Kita sudah menjalankan satu kali. Itu adalah yang diberikan olah Rasul kepada kita, dengan tambahan satu kali ini meskipun tidak diperintahkan apakah dilarang ?
Bukankah perbuatan itu ada yang dilarang ada yang diperintahkan dan ada pula yang tidak dilarang dan juga tidak diperintahkan ? Sehingga didalam istilah mantiq disebut Maniul-djam-i Djaizul Chuluwwi".
Saudara harus dapat membedakan antara ibarah :
1. Ambilah yang hijau dan tinggalkanlah yang merah.
2. Ambilah yang hijau dan tinggalkanlah yang lainnya.
Ibarah pertama : adalah ibarah Maniul djam-i Djaizul Chuluwwi (hijau dan merah tidak mungkin kumpul, tetapi mungkin benda itu tidak hijau dan tidak merah)
Ibarah kedua : adalah Maniul djam-i wal-Chuliwwi (hijau dan lainnya mungkin kumpul dan juga tidak mungkin benda itu tidak hijau dan tidak yang lain dari pada hijau)

Tanya :
Bagaimana tentang bedug itu ? apakah termasuk sunnah ?
Jawab :
Kalau sunnah itu tidak. Akan tetapi kalau Rasulullah tidak melarang memukul bedug lalu saudara melarang itu namanya keterlaluan

Tanya :
Salat Terawih di jaman Rasulullah dan Abu Bakar Siddiq terdapat hanya 8 rakaat, tetapi di zaman Umar ibn Chottob menjadi 20 rakaat, bagaimana itu ?
Jawab :
20 rakaat itu adalah : 8 rakaat ditambah 12 rakaat. adakah pada saudara dalil yang melarang tambahan 12 rakaat ?

Tanya :
lalu bagaimanakah yang lebih baik, ikut Rasulullah atau ikut Umar ibn Chottob ?
Jawab :
kami telah mengikuti sunnah Nabi didalam menjalankan yang 8 , dan mengikuti sunnah Umar ibn Chottob di dalam tambahan 12 rakaat. dan kami mengikuti sunnah Umar ibn Chottob itu juga dengan dasar perintah Rasulullah : "..ikutilah dua orang sesudah Abu Bakar dan Umar".

Tanya :
Bagaimana hukumnya tahlil ?
Jawab :
Mengapa saudara tanyakan hukumnya tahlil? bukankah tahlil itu bentuk masdar dari madli hallala yang artinya membaca La ila-ha illallah !.

Tanya :
Bukan, yang saya maksud adalah tahlil menurut istilah yang berlaku dikampung-2 itu ?
Jawab :
Tahlil menurut istilah yang berlaku dikampung-2 dan di kota-2 bahkan diseluruh penjuru adalah berisi bacaan : La ila ha illallah - Subhanallah wabihamdihi - Astafirullah hal adhim, Sholawat, ayat-2 Fatihah, muawwidzatain dan sebagainya. Apakah saudara juga masih tanya hukumnya ??

Tanya :
Apakah pahalanya tahlil itu pasti bisa sampai kepada yang ditahlil kan ?
Jawab :
Pasti sampai atau tidak, kami dan saudara sama-2 tidak tahu, akan tetapi sipembaca tahlil itu memohon kepada Allah - hendaknya pahala tahlilnya disampaikan kepada yang ditahlilkannya

Tanya :
Apakah yang demikian itu tidak bertentangan dengan ayat : " bahwa manusia itu tidak mendapat pahala kecuali pahala hasil amalnya sendiri ". sehingga seseorang tidak dapat menerima manfaat dari orang lain ?
Jawab :
Itu memang wajar. Juru tulis tidak mendapat gaji kecuali gaji nya sebagai juru tulis dan tidak bisa mendapat gajinya Gurbernur - juga yang bukan juru tulis dia tidak bisa mendapat gajinya juru tulis.
Demikian pula orang yang membaca kalimat Thoyibah, dia tidak bisa mendapat pahala kecuali pahalanya sebagai pembaca kalimat Thoyibah, dan tidak bisa mendapat pahalanya membaca Al-Quran tiga puluh djuz. Juga yang tidak membaca kalimat Thoyibah, dia tidak mendapat pahalanya membaca kalimat Thoyibah.
Akan tetpi soalnya kita ini memohon kepada Allah Yang Maha Murah, agar pahala tahlil kita disampaikan kepada orang yang kita maksud. Apa salahnya orang memohon ?
Sebagimana orang yang berdosa besar selain syirik, untuk dihapus dosanya dia harus bertoubat. Tetapi kita memohon kepada Allah Ta'ala, Allahumma igfir lahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu. Kalau memang orang itu diberi ampun oleh Allah ta'ala itulah yang kita harapkan, kalaupun tidak, itu adalah semata-mata kekausaan Allah Ta'ala sendiri. Saya kira saudara lebih baik tidak mempersempit rahmat Allah yang sangat besar lagi maha luas itu. Lain dari pada itu ayat tersebut diatas itu adalah menunjukkan umum ynag tertentu.

(pertanyaan diatas dijawab oleh KH. Musthofa Bisri)